Pantun merupakan salah satu jenis puisi lama yang sangat luas dikenal dalam bahasa-bahasa Nusantara. Pantun berasal dari kata patuntun dalam bahasa Minangkabau yang berarti "petuntun". Dalam bahasa Jawa, misalnya, dikenal sebagai parikan, dalam bahasa Sunda dikenal sebagai paparikan, dan dalam bahasa Batak dikenal sebagai umpasa. Lazimnya pantun terdiri atas empat larik (atau empat baris bila dituliskan), setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata, bersajak akhir dengan pola a-b-a-b dan a-a-a-a (tidak boleh a-a-b-b, atau a-b-b-a).
Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Ciri lain dari sebuah pantun adalah pantun tidak terdapat nama penulis. Hal ini dikarenakan penyebaran pantun dilakukan secara lisan.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Berikut adalah contoh pantun yang diambil dari Al-Qur'an juz ke-30
Pantun pada mulanya merupakan sastra lisan namun sekarang dijumpai juga pantun yang tertulis. Ciri lain dari sebuah pantun adalah pantun tidak terdapat nama penulis. Hal ini dikarenakan penyebaran pantun dilakukan secara lisan.
Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. Berikut adalah contoh pantun yang diambil dari Al-Qur'an juz ke-30
Jangan engkau bermuka masam An-Naba’
(78): 9-11
Agar sejuk rasa dihati
Istirahatlah engkau disaat malam
Agar esok bisa bekerja lagi
Ada pelaut sedang berkelana An-Naba’
(78): 21-30
Berkelana untuk meraungi samudra
Kalau hidup berbuat durjana
Maka kelak akan masuk di neraka
Jauh air mengalir derasnya An-Naba’
(78): 31
Mengalir air menuju ke muara
Jadilah orang yang bertakwa
Jika sadar ingin masuk ke surga
Ada bayi belajar merangkak An-Nazi’at
(79): 20-25
Merangkak bayi terjatuh bangun
Jangan engkau menjadi congkak
Agar tak bernasib seperti Fi’aun
Kolam ikan payau selagi dikuras An-Nazi’at
(79): 37-39
Selagi dikuras ikan melompat
Jangan engkau melampaui batas
Jika ingin selamat dunia akhirat
Jika engkau ikut dalam perang Al-Mutaffifin
(83): 1-2
Berjuang untuk tanah kelahiran
Janganlah jadi orang yang curang
Bilamana diberi minta dicukupkan
Ambil air diatas meja Al-Mutaffifin
(83): 10-13
Meja makan terbuat dari baja
Celakalah para pendusta
Yang mendustakan ayat Tuhannya
Bilamana lampu bercahaya redup Al-Mutaffifin
(83): 18-21
Dilepas lalu langsung diganti
Beramal baiklah selama hidup
Dan jadilah orang berbakti
Bercanda girang ditepi taman Al-Mutaffifin
(83): 29-32
Ingin tertawa ria dibagi bersama
Bersabarlah para orang beriman
Ingat surga sebagai balasannya
Dimasa kita tak punya palu Al-Mutaffifin
(83): 34-35
Dibuat apa menanam paku
Didunia kita merasa malu
Diakhirat kita merasa syahdu
Salam.
Ada yn lain gak soalnya saya penghafal Quran saya menghafal sudah 28jus
BalasHapus