Langsung ke konten utama

Cerpen: Amare il Posto part 2


“TRRRT....TRRRT.....!” HP-ku bergetar dua kali. Aku melihatnya, ternyata 2 miss call dan sebuah SMS dari Linda. Mungkin karena aku belum sampai di apartemennya sehingga dia mengkhawatirkanku. Aku membuka pesannya, dan membacanya.

“Ciao, Lisa. Kau dimana? Hari sudah hampir gelap. Apa kau tersesat?. Oiya, barusan pamanku menitipkan sesuatu kepadaku. Ia bilang sesuatu itu diberikan oleh orang asing yang perawakannya seperti orang timur tengah. Ia bilang sesuatu ini untukmu. Apa kau sudah pernah membuat kesepakatan khusus pada orang itu?”

Sesuatu? Orang Timur Tengah? Aku semakin khawatir. Aku mempercepat langkahku menuju apartemen. Aku takut ada sesuatu terjadi pada Linda dan Paman Francesco. Ya, walaupun tempat tinggal mereka tidak saling berdekatan. Oh, aku hampir lupa membalas SMS Linda. Memberitau kalau aku sudah membacanya

“Grazie, Linda. Aku sedang menikmati suasana Venesia di pasar makanan tempatku turun dari gondola tadi. Aku sedang mengarah pulang ke apartemen, kok. Maaf telah membuatmu khawatir, aku segera kesana.”



Aku pun sampai di apartemen, aku buru-buru naik lift dan menemui Linda. Aku mengetuk pintu, lalu munculah perempuan berparas cantik dengan rambut ikal yang diikat kebelakang. Memberi senyuman sambutannya yang hangat kepadaku.

“Masuk, Lisa.” Sapanya dengan hangat. “Kemana saja kau seharian? Aku mengkhawatirkanmu. Tadi Profesor Tris menelpon, katanya jadwalmu dimulai besok. Tadi aku sudah mengurus segala urusan administrasimu. Dan kau, hanya tinggal berdiri didepan kelas, memperkenalkan diri, dan memulai pendidikan barumu.” Papar Linda

“Terima kasih banyak, Lin. Maaf jika merepotkan.” sahutku. “Aku dengar kau dititipkan sebuah barang, kan?” tanyaku

“Oh, barang itu. Kuletakkan disamping kopermu, supaya kau lebih mudah melihatnya. Kelihatannya itu barang penting. Dan? Bagaimana bisa? Seseorang mengenal pamanku dan kau secara bersamaan?” Tanyanya penuh kebingungan

“Aku akan coba buka kotaknya dulu, Lin. Siapa tau, ada surat penjelasannya.” Ujarku seraya mengambil kotak tersebut dan membukanya. Dan benar saja, didalamnya ada sepucuk surat bersama...., Kameraku! “Hakan! Ya, pasti dia!” Seruku dalam hati. Kubaca surat yang tersimpan didalamnya.

“Lisa, kau tidak apa?” tanya Linda.

“Aku tidak apa. Tadi kameraku tidak sengaja terbawa oleh seseorang. Seseorang yang tidak sengaja aku foto saat di gondola pamanmu tadi sore. Sekarang dia mengembalikan kameraku.” Paparku padanya.



“Lisa? Mudah-mudahan suatu keputusan tepat menitipkan kameramu kepada paman Francesco. Aku sering naik gondolanya, jadi aku memutuskan untuk menitipkannya padanya. Kalau paman Francesco tidak mengenaliku, tidak apa, faktor ‘U’ mungkin jadi penyebabnya. Hehehehe. Maaf bila aku tidak sengaja membawanya, aku lupa dan kaupun lupa. Jika besok tidak sibuk, aku ada di kedai Polvere di Caffè pukul 3 sore. 2 blok kekanan dari tempatmu makan, dekat kanal.

Hakan Aslan



Aku mengecek kameraku, mungkin ada foto-foto yang hilang. Aku menekan tombol storage. Dan, hilang! Foto terakhirku adalah wajahnya. Tapi sekarang sudah hilang, dan hanya itu yang dihapusnya. Aku mengecek semua foto, tidak ada yang diubah atau dihapus sama sekali. Ada apa? Dia bilang dia suka fotonya. Tapi mengapa ia menghapusnya? Ditambah lagi, tidak sopan bila ia menghapusnya tanpa seizinku. Aku bingung, benar-benar bingung. Aku harus menemuinya besok. Ya, harus.

Linda mengajakku makan malam saat itu, membuyarkan lamunanku tentang Hakan. “Sa, yuk, makan. Kamu mau puasa seharian? Atau kamu lagi program diet ya? Hahaha” ledeknya diiringi tertawa renyah yang menunjukkan bibir manisnya.

“Oke, oke. Hahaha, enak saja! Aku kan sudah kurus, Lin. Mau jadi apa aku nanti kalau diet? Hehe. Oiya, menu apa hari ini, ‘Mom’?” Aku membalasnya juga dengan ledekan dengan senyum tipis.

“Lagian, kamu ngelamun aja. Mikirin siapa, sih? Kuliah, belum. Keluarga, baru sehari juga sudah kangen? Oooh, pacarmu di Jogja, ya?” tanyanya

“Iiiiih, bukan!” Seruku sambil menggembungkan pipiku dan membulatkan mataku. Pertama, jangan sok tau, aku ini belum punya pacar atau apapun itu. Kedua, tadi kamu bilang ‘Jogja’? Namanya ‘Yogya’, Yogyakarta, bukan Jogjakarta.” Lanjutku.

 “Iya, deh, iya. Yaudah, yuk temenin aku masak,” ajak Linda.

“Temenin, kan? Nggak bantuin. Hehe”

“Boleh aja, tapi kamu gausah makan nanti.”

Sungguh, Linda ini mirip Vina. Baru satu hari kenal, sudah serasa akrab. Aku bersyukur, Venesia serasa rumah bagiku. Suasanya yang tenang, klasik laiknya Yogyakarta, dan ditambah lagi Linda yang sifatnya mirip dengan Vina.



Pagi itu, aku segera bangkit dari tempat tidur. Aku lihat Linda sedang berdiri di tepi balkonnya, menikmati indahnya pagi di Venesia. Aku membuka pintu yang menjadi pemisah antara balkon dan ruangan apartemen. Dan, wow! Venesia sudah lumayan ramai diluar sana. Aku melihat jam tanganku, menunjukkan pukul 7.

“Lin, jadwalku dimulai jam berapa?” tanyaku yang masih setengah mengantuk

“Astaga! Jam berapa sekarang? Jadwalmu dimulai jam 9” seru Linda. “Maaf, aku kelupaan, malah bengong disini.” Lanjutnya dengan nada panik.

“Sekarang jam 7, berarti 2 jam lagi” sahutku.

Hening.



“Oke, aku mandi duluan ya” ujarku. Jujur aku agak malas hari ini. Hari yang seharusnya kugunakan untuk jalan pagi, bersantai, tapi jadwal perdanaku ada pada hari ini. Tapi, aku juga harus ingat kalau aku disini mendapatkan beasiswa. Tidak bisa kusia-siakan dengan bermalas-malasan.

Selesai kami mandi, aku mempersiapkan semuanya. Dan kami berdua turun untuk sarapan di kedai samping apartemen. Aku dan Linda hanya pesan Pepperoni, karena kami buru-buru. Aku dan Linda bergegas karena ke kampus dengan berjalan kaki, dan aku juga harus melapor kepada pengurus administrasi dan tata usaha kalau aku adalah mahasiswa baru. Ya, walaupun itu sudah pernah diurus Linda sebelumnya.



Pukul 8.30, aku sampai di gerbang kampusku, “Hmm..., 30 menit lagi. Apa kita terlambat?” tanyaku.

“Syukurlah, kita nggak terlambat.” Sahut Linda. “Yaudah nanti setelah masuk bangunan utama, kau belok kanan, 2 ruangan disebelah kanan. Itu ruangan tata usaha. Kau akan diberi jadwal dan ditunjukkan dimana kelasmu” jelas Linda, jari-jarinya menari-nari sebagai isyarat petunjuk untukku.

“Kau bagaimana?” tanyaku.

“Aku dikelas sastra. Nanti saat pulang, jika kau mau aku menunggumu, aku akan tunggu disini. Nanti kabari aku, oke?”

Okay, mom! Hahaha.” Kami tertawa sejenak. Ibu jariku kuacungkan padanya, tanda mengerti.

Aku melangkahkan kakiku masuk ke kampus ini, dan berjalan menuju ruang tata usaha. Aku mengetuk pintu, dan mulai masuk kedalam. “Permisi, selamat pagi. Apa benar ini ruang tata usaha?” tanyaku pada seseorang pegawai dengan bahasa Italia

“Ya, benar. Kau murid baru itu, ya?” tanyanya sambil mengelus kumis panjangnya yang lebat dan tertata rapi. “Kau masuk saja keruang itu.” Dia menunjuk salah satu ruangan disudut ruangan. Aku mengangguk dan berjalan kesana.

“Permisi, selamat pagi, madam. Apa aku bisa....,”. Sebelum aku menyelesaikan ucapanku, sebuah telunjuk langsung mengarah tegak kedepan wajahku. Ternyata dia sedang menelpon. Sepertinya penting, dia tidak ingin diganggu dan bicara dengan nada yang cepat. Aku sendiri tidak terlalu paham apa yang diucapkannya. Setelah 2 menit menunggu, dia mulai bicara.

“Maaf, tadi ada urusan sebentar. Aaah..., kau murid baru itu ya?” tanyanya dengan nada bersahabat.

“Ya, benar, madam. Bisa aku meminta jadwal kuliahku dan letak ruang kelasku.”

“Tunggu, sebentar. Oke?”. Lalu dia mencari jadwal itu di lemari sambil bergumam kecil. Mungkin lupa menaruhnya dimana.

Tiba-tiba ada seorang pemuda yang masuk ke ruangan

“Permisi, madam” ucapnya.

“Ya... Sebentar, aku sedang mencarikan jadwal untuknya”

Aku menoleh padanya. “Hakan? Kamu ngapain ada disini?” tanyaku setengah terkejut.

“Kamu masih ada hutang penjelasan padaku mengenai asalmu,” tegas Hakan. Lalu ia pergi begitu saja dari hadapanku. Saat aku dapat jadwalku, aku bertanya dimana letak kelasku. Dia bilang cukup ikuti pemuda itu.



Hakan terlampau jauh dariku, aku harus mengejarnya agak cepat agar bisa meraihnya. “Jalan cepet banget! Pakai ilmu apa sih dia?” keluhku. Aku berlari menyusuri lorong, belok ke kiri, dan mengejarnya menaiki tangga. Aku enggan memanggil namanya karena malu dengan orang-orang disekitarku. Sedikit lagi. Saat aku mencapai ujung anak tangga, tiba-tiba...,

“BRRUKK!!!”. Aku tersandung oleh anak tangga yang terakhir. Membuatku jatuh tersungkur. Hakan yang beberapa langkah didepanku, menoleh kebelakang. Dan terkejut melihatku terjatuh, lalu menghampiriku. Untung sepi. Hanya ada beberapa orang diujung lorong.

“Kamu nggak apa, kan?” ujarnya sambil berjalan kearahku dengan wajah cemas.

Aku agak tersipu dibuatnya.

“Kamu bener nggak apa, kan?” Ujarnya lagi. Tetapi saat ia sudah dekat denganku, dia tidak memperlambat langkahnya. Dia justru berjalan kebelakangku, lalu menuruni 2 buah anak tangga.

“Duh, kasian dia ini. Terbentur kaki.” ujarnya sambil melihat kearah anak tangga yang membuatku terjatuh.

Aku hanya bisa melongo dibuatnya.

“Dasar orang gila!!” seruku dengan nada agak tinggi. Aku bergegas bangun dan mencoba berjalan. “Ouch!” Aku mengerang kesakitan. Hakan segera bangkit dan akhirnya memapahku.

“Makanya kalau jalan itu pakai matamu...,” ujarnya. “Oiya, ini kelasmu.” Dia menunjuk suatu ruangan tidak jauh dari tempat UKS 

“Dimana-mana jalan pakai kaki, bukan pakai mata!” Bantahku dengan nada yang masih kesal padanya. Dia hanya menggelengkan kepala dan tersenyum. Beruntung, dilantai yang sama, ada ruang UKS. Aku langsung dilarikan kesana. Lalu Hakan segera masuk ke kelasnya, karena kelas dimulai 15 menit lagi.



“Kau sudah boleh kembali ke kelas sekarang,” kata penjaga UKS.

Grazie, madam.” Aku mulai melangkahkan pelan kakiku kedalam kelas.

Ternyata dosen baru masuk kelas, tepat saat aku masuk kedalam kelas. “Aaaah..., Lisa. Indonesia, benar?”

“Iya, benar. Profesor....,?” tanyaku yang bermaksud untuk menanyakan namanya.

“Leonardo.” Ucapnya singkat.

“Aaah...., capisco. Aku mengerti. Silakan, Prof...,” ujarku mempersilakannya masuk duluan. Didalam kelas aku diperintahkan untuk memperkenalkan diriku kepada mahasiswa lain, dan kelaspun dimulai.



“KRIIING...!!” bel istirahat dibunyikan. Kulihat teman sebelahku, Laura, sedang membereskan bukunya dan bersiap keluar.

“Kau tidak keluar kelas, Lisa? Ayo keluar sebentar” ajaknya.

Aku melihat sekeliling. Dan kudapati Hakan sedang asyik membaca bukunya di sudut ruangan. Aku mengurungkan niatku untuk ikut Laura. “Kau duluan saja, Laura. Mungkin nanti aku menyusul.” Ujarku tersenyum padanya. Kini, dikelas hanya tinggal bertiga. Aku, Hakan, dan seorang mahasiswa yang sedang tertidur di bangku bagian depan. Entah kenapa, mungkin kurang tidur. Ah! Peduli apa aku?

Aku mendekati Hakan yang masih fokus membaca bukunya. Aku berdehem kecil untuk memecah suasana yang hening.

“Kita sekelas?” tanyaku tidak percaya.

“Ya, sepertinya begitu” jawabnya singkat.

“Buku novel?” tanyaku membuka topik pembicaaran baru.

“Sen ne meraklimissin yaav,” dia menjawabnya dengan Bahasa Turki yang sama sekali tidak aku mengerti.

“Bahasa Turki, atau Rusia?” tanyaku bingung.

“Hehe, Turki.” Jawabnya singkat.

 “Artinya?” tanyaku lagi.

“Kamu kepo banget, sih. Hehe” ucapnya diselingi dengan tawa renyahnya.

“Iih..., aku serius, tau!”

“Iya, memang artinya itu, yang tadi kukatakan. Hahaha” jelasnya sambil tertawa. “Iya, ini novel. Lagi iseng baca aja.” Lanjutnya.

Sekilas aku baca halamannya, agaknya novel berbau hal romantis. Aku melihat tulisan berdecak miring dibagian bawahnya, tapi tidak begitu sempurna kelihatannya. Tulisan itu berkata, “Cinta yang cepat lahir, maka....”. Ah! Terhalang oleh tangan Hakan. Aku masih canggung untuk meminta izin kepadanya. Aku lihat dia kembali tenggelam dengan novelnya. Aku tau, orang yang sedang membaca buku tidak mau diganggu. Bila ia benar-benar membacanya. Jadi, aku memutuskan untuk pergi keluar kelas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara menghilangkan password file di WinRAR

Sebelumnya maaf saya baru kembali menulis lagi di blog ini karena saya yang sedang menjalani Ujian Akhir Semester dan hari ini saya akan membagikan tips dan trik cara menghilngkan password file di WinRAR. Siapa yang nggak gelisah dengan file WinRAR yang dipassword? Apalagi kalau password tersebut hanya bisa didapatkan setelah kita menyelesaikan survey yang tersedia di web yang telah ditentukan. Dan survey tersebut juga merepotkan kita yang berada di negara kecil seperti Indonesia. Terkadang survey yang tersedia tidak cukup bervariasi atau bahkan tidak ada survey yang tersedia. Jadi, kita diharuskan memakai VPN dan memilih koneksi ke USA. Terlebih kalau survey yang akan kita selesaikan itu ribet dan akhirnya berujung kepada file password yang tidak terbuka. Sungguh menyebalkan, hehehe. Jadi, saya akan membagi tips dan trik kepada kalian pengguna WinRAR untuk menghilangkan password pada file berbasis WinRAR (.rar). Langsung saja kebawah WinRAR didefinisikan sebagai Pengarsip berbasis W

Sejarah pada masa pra-aksara

Menurut Marwati Djonoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, sejarah alam semesta lebih panjang dibandingkan umat manusia. Manusia pertama kali muncul sekitar zaman Pleistosen (3.000.000 sampai 10.000 tahun lalu) Asal usul Bumi dan mahluk hidup Ilmuwan meyakini Bumi terbentuk pertama kali saat adanya letusan Big Bang sekitar 13,7 milyar tahun yang lalu, ledakan ini menyebarkan material dalam jumlah banyak ke alam semesta lalu membentuk sistem tata surya. Dulu, Bumi berbentuk gumpalan gas panas yang kemudian berevolusi selama 2,5 miyar tahun untuk menjadi seperti sekarang. Menurut ilmu Geologi, proses berkembangnya Bumi melalui 4 tahapan. Yaitu masa Arkaekum, Paleozoikum, Mesozoikum, dan Neozoikum a.        Masa Arkaekum Masa ini terjadi sekitar 2,5 milyar tahun yang lalu. Dimasa ini tidak ada kehidupan karena bumi masih berbentuk bola gas panas yang bersuhu tinggi b.        Masa Paleozoikum Berlangsung sekitar 500-245jt tahun lalu. Kondisi Bumi mula