Langsung ke konten utama

Cerpen: Amare il Posto part 5


Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Ini minggu terakhirku disini. Aku ingin menghabiskannya untuk berkeliling di Venesia untuk yang terakhir kalinya. Seperti biasa, Linda menemaniku menyusuri kanal yang indah bersama paman Francesco.
“Zio, sudah berapa lama menjadi gondoliers?” tanyaku sambil mengabadikan beberapa foto ditepi kanal.
“Hmm..., sudah lama. Aku sendiri sudah lupa berapa lama. Yang jelas, sudah lebih dari 20 tahun,” jawabnya sambil tertawa.
“Menjadi seorang gondoliers adalah sesuatu yang menyenangkan, meskipun ini bukanlah impian sejatiku. Impianku adalah menjadi seniman. Melukis alam yang indah, melukis lukisan abstrak, membuat karangan lagu, membuat beberapa kutipan seperti plato, dan sebagainya.” Jelasnya sambil terus mendayung gondola kami yang kebetulan sedang sepi penumpang.
“Lantas?” tanyaku yang masih penasaran menunggu kata ‘tapi’ yang akan terucap.
“Tapi, tuntutan ekonomi yang mengharuskanku tidak bisa melanjutkan pendidikanku.” Lanjutnya.
Ternyata masih ada sesorang bernasib kurang beruntung dikota yang seindah ini. Menurutku, warga-warga kota klasik dengan sedikit gedung pencakar langit adalah warga yang bernasib indah dan lebih ringan beban tanggungannya. Tetapi, aku tidak sepenuhnya benar. Takdir sudah menentukan nasib mereka. Huft, hidup ini memang penuh skenario seperti...., drama!

Aku teringat dengan perkataan Hakan di klinik saat itu. Aku teringat saat peristiwa pertama aku bertemu dengannya disini, di gondola tua yang menghiasi kanal kota Venesia. Aku teringat kembali akan janjinya. Janjinya yang ingin menemuiku saat waktu yang tepat. Ah! Mungkin itu hanya angin lalu penghibur kesedihan belaka.

Vin, ini aku. Tebak deh, hari ini aku pulang... Yay! Akhirnya aku akan bertemu kamu, bertemu  Yogya, bertemu semuanya. Aku kangen banget sama kamu. Oiya, aku udah bawa oleh-oleh buat kamu. Nanti pasti suka! Jam 11 malam nanti mungkin aku udah ada di Soekarno Hatta, jadi besok pagi kamu bisa ke kos-an aku. Aku sudah di perjalanan menuju bandara nih, mau siap-siap turun. Bye!

 Aku mengirimkan pesan singkat itu ke Vina, tepat saat aku sudah berada di pintu masuk Bandara Internasional Venice Marcopolo. Sedih rasanya meninggalkan kota cantik bertabur kenangan indah disini. Tapi, dalam hitungan jam aku akan kembali kehidupku yang semula. Hidup bersama Vina di kota yang tidak kalah cantiknya dengan Venesia. Tiba-tiba aku menatap Linda yang terlihat cantik dengan kaos putih polos, coat abu-abu, syal biru, dan kacamata hitamnya. Kulihat Linda sedang mengangkat telfon yang sepertinya sangat penting.
“Sa, maaf banget aku harus pergi. Profesor Leonardo nelfon aku barusan dan bilang kalau dosen aku udah nunggu di kampus untuk urusan penting. Kamu bisa kan nunggu di bandara sendiri?” Ucapnya.
“Iya, Lin. Nggak apa, kok” jawabku dengan wajah tersenyum padanya.
Aku menunggu di cafe yang terletak di dalam bandara. Sambil membaca majalah dan meminum coklat panas kesukaanku. HP-ku berdering singkat. Ada SMS dari Vina ternyata. Aku tersenyum kecil dan membukanya.

Lisa. Duh, gue kangen banget ama lo tau gak sih?! Bisa nggak kalo lo kesininya sekarang aja, nemenin gue. Eh iya, di Italy dapet cowok nggak? Masa udah sekian tahun idup nge-jomblo, sih? Marmut gue aja udah kawin lagi, nih. Hahaha. Bercanda ya, Sa. Gue kangen ama lo. Cepet pulang ya! Cepet dapet pacar!

Aku memasukkan HP-ku kedalam tas. Pandanganku masih menunduk karena posisi tasku yang memang terletak sejajar dengan kakiku. Saat aku ingin melanjutkan membaca majalah. Ada seorang pemuda yang tiba-tiba sudah duduk di hadapanku. Entah kapan dan bagaimana aku tidak menyadarinya.
            Aku menjerit kecil, “Hakan?!” ucapku tidak percaya.
            “Ini saatnya memberitau semuanya, Lisa.” Ucapnya singkat.
            “Dari mana kamu tau aku ada di bandara dan ada didalam cafe ini?” tanyaku lagi.
            “Oldu geçen edilecek” ucapnya dengan bahasa Turki yang sepertinya tidak asing bagiku. Oh, itu ucapannya saat dia menolong Linda di San Marino.
            “Nggak mungkin. Aku percaya takdir tapi nggak mungkin berulang sebanyak ini.” Sanggahku.
            “Oke, biar aku menjelaskannya, Lisa. Pertama, Linda tidak pernah bertemu Profesor Leonardo. Kedua...”
            “Tunggu, kamu tau dari mana kalau Linda ingin bertemu Profesor Lom..bar...” ucapanku terheti sebentar. Mataku terbelalak kaget. Sepertinya aku tau sesuatu.
            “Jadi kau dan Linda selama ini berhubungan?” tanyaku.
            “Ya.... Begitulah, Lisa. Maaf baru memberitaumu sekarang.” Jawabnya.
            Aku terdiam disini memikirkannya dan tidak bisa berkata apapun.
            “Kedua. Menurutku, menurut pendapatku tidak mungkin ada seorang lelaki dan perempuan yang bersahabat,” ucapnya.
            “Mungkin saja, bahkan sudah menjadi fenomena umum sekarang. Dan bahkan banyak dari mereka yang memilih untuk berhubungan ketingkat berikutnya.” Duh, aku tidak bisa mengontrol ucapanku. Aku harap Hakan tidak tersinggung dengan hal ini.

            Hakan tersenyum dan melanjutkan ucapannya. “Lisa, aku belum selesai bicara. Tidak mungkin ada seorang lelaki dan perempuan yang bersahabat tanpa ada benih cinta untuk mencintai diantara keduanya.” Lanjutnya.
            Wajahku memerah. Aku menundukkan pandanganku, dan melipat rambut kanan didepan telingaku menjadi kebelakang telinga.
            “Lisa, aku ingin terus terang kepadamu. Dalam hidupku, dalam mazhab cintaku. Aku tidak mengenal kata ‘pacar’. Aku lebih nyaman dengan menyebutnya sahabat. Tetapi maksudku, aku akan memperlakukannya laiknya aku mempunyai seorang pacar. Tentu saja dengan batasan tertentu.” Jelas Hakan.
            “Jadi...?” tanyaku yang masih meminta kejelasan darinya.
            “Jadi kau, Lisa Adrianna. Boleh mengatakan padaku kalau aku ini pacarmu atau kekasihmu. Tapi aku akan menyebutmu sebagai sahabatku. Salah satu orang spesial dalam hidupku.” Jelasnya lagi.
            Tubuhku serasa seringan kapas saat ini. Mungkin ini yang rasanya cinta. Dulu saat SMA, aku berpacaran hanya karena ingin untuk tidak diledek Vina. Satu atau dua hari sudah putus lagi. Hanya sekadar SMS beberapa kali, setelah itu bosan dan mencari lagi yang baru. Segala rayuan dan gombalan mereka dulu tidak se-dahsyat ucapan Hakan sekarang.

Aku menarik nafas panjang, masih tidak percaya kalau hari ini benar-benar terjadi. Aku jadi ingin meminum coklat panasku. Ah sial! Masih terlalu panas. Aku dibuat tersedak karenanya. Hakan hanya tertawa kecil melihat tingkah konyolku ini. Ah, aku jadi terlihat bodoh didepannya.
            Aku menghabiskan beberapa jam terakhirku dibandara bersama Hakan. Duduk berjam-jam di cafe itu tanpa bosan. Meskipun kami sering kehabisan topik karena aku bukanlah pembicara yang baik jika sedang terlalu senang atau terlalu sedih.
            “Panggilan kepada calon penumpang tujuan Jakarta...”

            Duh, aku ingin sekali bersama Hakan saat ini. Tapi aku harus segera menuju lounge bandara. Jika waktu ini bisa dibeli, aku akan membelinya beberapa jam lagi untuk berbicara dengan Hakan. Ia-pun sudah mengisyaratkan kepadaku untuk mendengarkan pengumuman ini.
            Kami berjalan ke pintu keluar cafe. Setelah beberapa langkah meninggalkan cafe, Hakan memberitauku suatu hal.
            “Lisa, aku lupa sesuatu.” Ucapnya memecah kesunyian percakapan kami.
            “Apa itu?” tanyaku.
            “Ingat ucapanku di klinik saat itu: ‘kau seperti boneka manequin yang terpajang di toko-toko di Milan, atau Paris, atau Istanbul.’?”
            “Hmmm..., ya sekarang aku ingat. Saat itu kau meledekku karena memakai jaket dobel, kan?” tanyaku lagi.
            “Ya, tapi aku akan  memberitaumu sesuatu. Kalau..., aku bersungguh-sungguh ingin mengajakmu berkeliling di tiga kota tersebut. Aku ada teman yang akan kuperkenalkan padamu, seorang teman yang tidak akan pernah kamu duga sebelumnya.” Jawab Hakan.
            Aku laiknya anak kecil yang menerima hadiah permen, atau mainan kesukaannya. Aku menubruk tubuh Hakan dan memeluknya erat. Tapi tangan hakan tidak membalas pelukanku, justru ia melangkah kebelakang.
            “Lisa, maaf tapi aku tidak biasa dipeluk. Apalagi oleh seorang perempuan kecuali Ibuku. Rasanya itu..., aneh.” Ucapnya.
            “Aku juga tidak biasa memeluk lelaki. Terakhir aku dipeluk lelaki adalah oleh ayahku sebelum aku berangkat ke Yogya. Tapi aku biasa memeluk Vina, satu-satunya sahabatku di Yogyakarta.” Jelasku.

             Panggilan terakhir sudah diumumkan. Aku harus bergegas menuju lounge bandara.
            “Hakan, aku minta maaf tapi aku harus pergi sekarang. Aku mungkin akan merindukanmu. Tapi kita akan terus stay in line, kan?” tanyaku memastikan.
            “Ya. Kau bisa meng-SMS ku kapan saja.” Jawabnya singkat.
            “Satu tahun lagi. Aku tunggu kau di Milan.” Lanjutnya.
            “Aku tidak akan menunggu Hakan. Biar waktu yang menunggumu.” Ucapku yang mengakhiri pembicaraan kami. Aku melihat senyuman Hakan untuk yang terakhir kalinya, setidaknya untuk waktu yang lama. Aku melangkahkan kakiku beranjak meninggalkan Hakan dan beranjak menuju ruang pemeriksaan sebelum menuju lounge.

“Tidak terasa enam bulan yang berarti ini telah berlalu, rasanya ingin mengulanginya lagi dari awal.” Gumamku didalam burung besi yang sudah mengudara dan akan mengantarkanku pulang ke Indonesia. Betapa banyak peristiwa yang terjadi disini, betapa banyak kenangan yang tercipta, rindu yang sudah terbalaskan, mimpi yang terwujud. Semua menjadi satu didalam sebuah cerita. Biarlah Venesia menjadi tempat menampung ceritaku, bersama langit yang indah, bersama bulan, bersama bintang.



Finn. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Cara menghilangkan password file di WinRAR

Sebelumnya maaf saya baru kembali menulis lagi di blog ini karena saya yang sedang menjalani Ujian Akhir Semester dan hari ini saya akan membagikan tips dan trik cara menghilngkan password file di WinRAR. Siapa yang nggak gelisah dengan file WinRAR yang dipassword? Apalagi kalau password tersebut hanya bisa didapatkan setelah kita menyelesaikan survey yang tersedia di web yang telah ditentukan. Dan survey tersebut juga merepotkan kita yang berada di negara kecil seperti Indonesia. Terkadang survey yang tersedia tidak cukup bervariasi atau bahkan tidak ada survey yang tersedia. Jadi, kita diharuskan memakai VPN dan memilih koneksi ke USA. Terlebih kalau survey yang akan kita selesaikan itu ribet dan akhirnya berujung kepada file password yang tidak terbuka. Sungguh menyebalkan, hehehe. Jadi, saya akan membagi tips dan trik kepada kalian pengguna WinRAR untuk menghilangkan password pada file berbasis WinRAR (.rar). Langsung saja kebawah WinRAR didefinisikan sebagai Pengarsip berbasis W

Sejarah pada masa pra-aksara

Menurut Marwati Djonoed Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, sejarah alam semesta lebih panjang dibandingkan umat manusia. Manusia pertama kali muncul sekitar zaman Pleistosen (3.000.000 sampai 10.000 tahun lalu) Asal usul Bumi dan mahluk hidup Ilmuwan meyakini Bumi terbentuk pertama kali saat adanya letusan Big Bang sekitar 13,7 milyar tahun yang lalu, ledakan ini menyebarkan material dalam jumlah banyak ke alam semesta lalu membentuk sistem tata surya. Dulu, Bumi berbentuk gumpalan gas panas yang kemudian berevolusi selama 2,5 miyar tahun untuk menjadi seperti sekarang. Menurut ilmu Geologi, proses berkembangnya Bumi melalui 4 tahapan. Yaitu masa Arkaekum, Paleozoikum, Mesozoikum, dan Neozoikum a.        Masa Arkaekum Masa ini terjadi sekitar 2,5 milyar tahun yang lalu. Dimasa ini tidak ada kehidupan karena bumi masih berbentuk bola gas panas yang bersuhu tinggi b.        Masa Paleozoikum Berlangsung sekitar 500-245jt tahun lalu. Kondisi Bumi mula